Minggu, 10 Maret 2013

Setangkai Edelweis Abadi

Catatan yang mengharukan ini kutemukan saat lagi ngebersihin profil facebook ini...
AKu tidak tau siapa yang pertama kali mempublikasikan catatan ini, yang pasti catatan ini sangat menyentuh sekaligus sebagai luka lara sang Edelweis




 

AKU menemukan bunga itu di tepi jalan pagi tadi. Ketika itu gerimis sedang turun. Bunga itu tampak kotor, tapi tetap kelihatan segar. Aku memungutnya dan menyelipkannya di dalam saku. Terasa hangat tubuhku.

Sayang, bunga seindah ini dibuang orang, pikirku. Tak henti-hentinya aku mengagumi bunga itu.
Edelweis, kutahu nama bunga itu dari seorang teman. Kata temanku itu, bunga Edelweis melambangkan cinta, pengorbanan dan ketulusan. Sesuai dengan warnanya yang putih halus dan lembut. Selembut salju.

Aku menggantungkan bunga itu di dinding kamarku. Kupaku agar ia tak dicuri orang. Kembang-kembangnya yang halus kuperciki dengan air hangat. Bunga itu tampak mekar kembali. Seolah ia tersenyum padaku. Aku tertegun lama setelah menggantungkan bunga itu. Aku bagai terhipnotis.

Semenjak kehadiran bunga itu di kamarku, hampir setiap malamnya aku bermimpi. Dalam mimpiku, aku didatangi seorang gadis cantik bak seorang bidadari dari negeri khayangan. Gadis itu bermahkotakan intan berlian yang menyilaukan pandanganku. Pakaiannya sangat indah, berwarna putih dan bercahaya. Di tangan gadis cantik itu menggenggam sebuah tongkat kecil yang dikitari oleh bintang-bintang yang berkilau indah. Seolah-olah aku sedang menyaksikan sosok putri Cinderella, tokoh putri sahabat boneka kayu Pinokio, film kartun yang sangat kugemari semasa kecil dulu.

Entah mengapa, setiap gadis itu datang dalam mimpi-mimpiku, aku merasakan suatu kebahagiaan. Ada getaran aneh yang meresap dalam batinku. Bahkan, aku selalu mengharapkan kehadiran gadis itu selalu. Dalam alam nyata, alam di mana kini aku hidup.

Suatu malam, gadis itu datang lagi dalam mimpiku. Namun, kali ini raut wajahnya tampak lain. Sepertinya ia sedang bersedih. Ada beban derita terlukis di wajahnya yang ayu.

“Kau menangis?” tanyaku. Dia diam saja. Diangkatnya wajahnya yang sedari tadi menunduk. Kemudian menghunjamkan sorot matanya ke wajahku. Aku kikuk. Salah tingkah.

“Kau kejam!” ucapnya tiba-tiba.

“Aku kejam?” tanyaku heran.

“Ya.”

Aku bingung. Gadis itu menuduhku kejam. Padahal, aku tak mengenalnya. Yang kutahu, ia adalah gadis manis penghias tidurku. Tapi, benarkah aku kejam?

“Kau telah menyiksa bunga itu!”

“Edelweis, maksudmu?”

“Ya.!”

“Kenapa dengan bunga itu?”

“Tidakkah kau tahu, kalau setiap saat ia menjerit? Ia berdarah sebab kau paku. Dan darah itu menetes setiap saat. Tapi kau hanya tersenyum puas menatapnya!”

“Tapi, aku tak menyiksanya. Aku hanya ingin merawatnya, menjaganya dari dingin, panas dan hujan. Dan lagi, agar ia tak dicampakkan orang begitu saja.”

“Bunga itu tersiksa. Ia meronta. Dan ia selalu berontak ingin bebas. Kau telah mengekangnya!”

“Tidak! Jangan kau katakan seperti itu. Akulah yang memungutnya dari jalan. Aku juga yang membersihkan tubuhnya dari kotor. Dan kini, ia telah bersih kembali.”

Gadis itu diam. Hilang kata-kata. Sorot matanya yang teduh masih saja menghunjam ke wajahku. Aku pun membalas tatapan matanya itu, lembut.

Malam selanjutnya, gadis itu datang lagi. Seperti malam-malam kemarin, ia menuntutku agar aku melepaskan bunga Edelweis yang kugantungkan di dinding kamarku beberapa waktu lalu.

“Aku mencintainya,” kataku pada gadis itu.

“Bohong. Kau hanya menyakitinya.”

“Tidak! Aku benar-benar mencintainya.”

“Kau sama saja seperti laki-laki yang telah mencampakkannya.”

“Tapi, aku bukan laki-laki itu.”

“Cih! Munafik!”

Gadis itu menghilang. Sepertinya ia tak senang atas pengakuanku. Kau munafik, katanya. Benarkah?

Malam itu, aku terjaga dari mimpiku. Seluruh tubuhku basah oleh keringat. Kutatap sejenak bunga Edelweis yang masih tergantung di dinding kamarku. Kembang-kembangnya masih mekar. Aku tak menemukan penderitaan di sana. Tapi, mengapa gadis dalam mimpiku itu berkata aku telah mengekangnya? Ah, aku tak mengerti sama sekali. Padahal, aku mulai mencintainya. Aku merindukan bunga itu selalu. Aku ingin agar ia selalu berada di dinding kamarku.

Esoknya, tak kutemukan bunga itu di dinding. Ia raib, tak berbekas. Padahal, baru dua jam lalu ketika ku terjaga dari tidur, ia masih tergantung di dinding. Tapi kemana ia kini?

Kucari bunga itu ke sana ke mari. Laci-laci meja kubongkar. Kolong tempat tidur kugeledah, dalam lemari kain, di bawah alas kaki, di kamar mandi dan bahkan di dapur. Tapi, bunga itu tak juga kunjung tampak.

Oh, Tuhan! Kemana gerangan bunga itu? Jangan-jangan gadis dalam mimpiku itu telah mencurinya. Tapi, apa mungkin? Gadis itu fiktif dalam mimpiku. Ia tak pernah ada. Huh, sialan! Siapa gerangan yang mengambil bungaku?

Aku terus saja mencari. Aku tanyakan pada orang-orang seisi rumah. Tapi, tak seorang pun mengaku mengambilnya. Aku bingung. Aku cemas. Bunga itu pasti akan kedinginan. Ia akan kotor kembali seperti saat kutemukan di atas lumpur beberapa hari lalu.

Tuhan! Di mana bunga itu gerangan?

Seharian aku mencari bunga itu. Tapi tak juga ketemu. Ia telah pergi dari kamarku. Dari hatiku.

Malamnya, aku bermimpi didatangi gadis itu lagi. Kali ini wajahnya tampak berseri. Matanya berbinar-binar. Ia tersenyum padaku.

“Terima kasih, kau telah menjaga Edelweis.” Katanya.
“Edelweis… di mana Edelweis ku?” tanyaku.

Gadis itu kembali tersenyum.

“Kau mencurinya?” tanyaku lagi.

Gadis itu mengangguk. Kemudian menggerak-gerakkan tongkat ajaib di tangannya. Tiba-tiba muncul cahaya yang berkilau. Sangat terang sekali. Kamarku bermandikan cahaya dan bunga-bunga. Harum semerbak. Lalu, kulihat muncul sesosok wanita cantik di hadapanku. Lebih cantik dari gadis itu.

“Siapa dia?” tanyaku takjub.

“Edelweis,” kata gadis itu.

“Edelweis, bunga itu?”

“Ya.”

Gadis perwujudan bunga Edelweis itu memandangku dalam-dalam. Betapa cantiknya dia, pikirku.

Edelweis, oh, edelweis! Aku larut dalam angan-angan. Benarkah dia bunga itu?

Entahlah! Yang jelas, gadis itu selalu hadir dalam mimpi-mimpiku… []




*Catatan Setangkai Edelweis Abadi
 

7 komentar:

  1. Hmmm.... bage! copy paste... hahaha...

    BalasHapus
  2. ada copy paste dari pa wati ini nidji bukan dari orang laen...

    BalasHapus
  3. hahahahahha.....
    dpe inspirasi kwa p qt niji...

    iyow tow beib...peace.........

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mo jadi ng 2 mar lama kwa :p:D◦°◦ħĕέě...ħέeĕ...ħĕëé.°◦°:D:p anw I like it,...adaleh opa

      Hapus
    2. so jadi lee torang dua kank beib... :)

      Hapus